Dunia Anak

GELISAH, KEHILANGAN PELUANG
06.32 | Author: Cakrawala


Ada yang gelisah apabila tiga kali Rasulullah saw. menyatakan akan datang ahli syurga. Dan selama tiga kali itu juga orang yang sama muncul. Beliau adalah Saad bin Abi Waqash. Kegelisahan pun menjadikan Abdullah bin Umar menyatakan diri ingin bertandang ke rumah Saad.

Malam pertama bermalam di rumah Saad, namun hasilnya biasa saja. Tidak ada ibadah istimewa yang berbeda dengan yang biasa diamalkan para sahabat lain. Hingga lebih dari dua malam, lantas Ibnu Umar berterus terang. “Saya cuma ingin tahu, amal istimewa apa yang anda lakukan sehingga Rasul menyebut anda ahli syurga,” begitulah persoalan yang diutarakan oleh putera Umar bin Khathab ini.

Saad dengan tanpa sedikit pun merasa bangga mengatakan, “Tidak ada perbuatan ibadah saya yang istimewa, kecuali, setiap menjelang tidur, saya selalu membersihkan hati saya dari hasad, kecewa, dan benci dengan semua saudara mukmin selama pagi hingga malam. Itu saja!” Itulah jawaban Saad. Sederhana, tapi istimewa.

Berbeda dengan Ibnu Umar, Thalhah pun pernah gelisah. Beliau khawatir kalau sepotong ayat yang baru saja turun berkenaan dengan dirinya. Ayat itu berbunyi,

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahui.” (QS. 3: 92)

Kisahnya, ada satu kebun kurma subur milik Thalhah yang begitu menambat hatinya. Hampir tiap hari ia berkunjung ke situ. Solat Zuhur dan Asar di situ, tilawah dan zikir pun di kebun indah itu. Ia nikmati kicauan burung, dan pemandangan sejuk hijaunya dedaunan kurma. Menariknya, kegelisahan itu tidak ia tanyakan ke Rasulullah. Tapi, langsung ia infakkan buat jalan dakwah. Subhanallah!

Begitulah para sahabat Rasul. Mereka begitu gelisah ketika diri belum berhasil mengambil peluang kebaikan sepenuhnya. Padahal, peluang itu sudah ditawarkan melalui ayat Alquran yang baru saja turun atau ucapan Rasul. Kegelisahan itu akan terus membuak di hati hingga mereka benar-benar telah mengambil peluang itu dengan sebaik-baiknya.

Itulah sikap ihsan yang dicontohkan para sahabat dalam mempamerkan sahsiah seorang da’ie. Mereka begitu menjaga kualitas amal agar tetap the best. Selalu terdepan. Tidak heran jika semangat fastabiqul khairat atau berlomba-lomba berbuat baik begitu memasyarakat di kalangan sahabat Rasul.

Mereka seperti terbingkai dalam sebuah ayat Al Quran tentang generasi pewaris Nabi. Dalam surah Faathir ayat 32.

“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami. Lalu, di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.”

Sikap ihsan itulah yang menjadikan para sahabat Rasul senantiasa memiliki hubungan harmonis dengan Yang Maha Penyayang, Allah swt. Hati mereka begitu terpaut dengan kualititas ibadah yang serba terbaik. Tidak heran jika keberkatan kemenangan selalu memancar di setiap aspek perjuangan mereka. Siapa pun yang mereka lawan. Dan apa pun bentuk rintangan perjuangan yang mereka hadapi.

Mereka begitu luarbiasa kerana setidaknya ada tiga kriteria yang mereka miliki :

Pertama, pemahaman dan ketaatan yang begitu utuh terhadap aturan Islam. Mungkin ini wajar karena Islam yang mereka peroleh langsung dari sumbernya yang pertama, Rasulullah saw.

Kedua, kehausan mereka dengan ilmu selalu terpancar pada perubahan dalam diri dan amal di hadapan manusia. Ini mungkin yang mahal. Mereka belajar Islam bukan untuk sekadar ilmu pengetahuan. Apalagi, sekadar mengumpul ilmu. Tetapi, benar-benar sebagai penuntun langkah yang segera mereka ayunkan.

Dan ketiga, adanya keteladanan dari pihak yang sangat mereka hormati, yaitu Rasulullah saw. Membumi nilai-nilai Islam di tengah masyarakat sangat bergantung kepada qudwah hasanah yang telah dipertunjukan oleh kepimpinan Rasulullah saw, peribadi, ucapan dan perbuatan Nabi saw. .

Allah swt. berfirman, “Katakanlah, ‘Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS. Yusuf: 108)

‘Aku dan orang yang mengikutiku’. Itulah simbol keteladanan yang membuahkan ketaatan dan semangat kerja yang selalu membara.

This entry was posted on 06.32 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar:

PRODUK ONLINE